Family Solanaseae

SOLANACEAE

Solanaceae merupakan famili yang terdiri atas lebih dari 3000 spesies, terutama keragaman tinggi terdapat di area Amazon Amerika Selatan. Habitat sangat luas mulai dari hutan hujan sampai gurun pasir, pegunungan bersalju dengan temperatur subfreezing. Famili ini mampu mengakumulasi sejumlah variasi genetik untuk beradaptasi terhadap relung ekologi ekstrim. Solanaceae menempati urutan ketiga senagai tanaman penting bernilai ekonomis sebagai tanaman sayuran dan juga memiliki variasi spesies berdasarkan pemanfaatannya dalam bidang pertanian, misalnya : umbi/tuber pada kentang, sebagai sayuran berupa buah (terung, tomat, merica), tanaman hias (petunia dan Nicotiana), daun edible (S. aethiopicum, S. macrocarpon) dan sebagai tanaman obat (Datura dan Capsicum). Beberapa anggota Solanaceae merupakan model sistem biologi yang penting seperti : pemasakan buah pada tomat, mekanisme pertahanan diri pada tembakau, dan biologi pigmen antosianin pada petunia (Anonim  2014).

  1. DESKRIPSI MORFOLOGI

Sebagian besar anggota Solanaceae tumbuh tegak atau memanjat, herba annual atau perennial, berupa semak tidak biasa dan sedikit berupa pohon. Bentuk daun sangat bervariasi namun biasanya sederhana meski kadang kala bertoreh sangat dalam. Daun tersusun alternate (berseling) dan tidak memiliki stipula. Perbungaan umumnya samosa dan aksiler, tapi dapat pula tereduksi menjadi bunga tunggal. Bunga bersifat biseksual, biasanya bersimetri radial, 5 helai. Kaliks menyatu setidaknya pada bagian dasar dan kadang memanjang kearah buah. Korola juga menyatu tapi bentuknya bervariasi mulai dari panjang tubular sampai rotate atau campanutae. Biasanya bersimetri radial, kadang ada pula yang bilateral. Ada sekitar 5 epipetalus stamen yang bergantian dengan lobus korola. Ginesium terdiri dari pistil tunggal dengan 2 lokulus dan ovula berjumlah banyak. Tipe buah beri (tomat) tetapi lebih sering berupa kapsula kering.

 

  1. KLASIFIKASI

Kingdom              : Plants

Subkingdom         : Tracheobionta

Super Divisi         : Spermatophyta

Divisi                    : Magnoliphyta

Class                     : Magnoliopsida

Subclass               : Asteridae

Order                    : Solanales

Family                  : Solanaceae

 

  1. KERAGAMAN TINGKAT FAMILI

Famili Solanaceae memiliki sekitar 3000 spesies dan 102 genus. Dari keseluruhan genus anggota famili Solanaceae 15 genus dimanfaatkan sebagai makanan di seluruh dunia. Dari 15 genus tersebut hanya empat genus yang memiliki nilai ekonomi signifikan sebagai pangan budidaya antara lain : Solanum, Capsicum, Physalis, dan Lychium (Samuels 2015). Anggota family ini terdistribusi secara luas di seluruh benua kecuali anartika. Pusat asal dan keragaman terdapat di Amerika Selatan dan Tengah. Kebanyakan tanaman yang bernilai ekonomi tinggi berasal dari subfamili Solanoideae dengan pengecualian tembakau. Genus terbesar anggotanya yaitu Solanum terdiri dari sekitar 1400 spesies.

  1. SOLANUM

Solanaceae merupakan famili yang anggotanya merupakan tanaman budidaya pada umumnya. Genus yang paling bernilai ekonomi tinggi yaitu Solanum yang terdiri dari Solanum tuberosum (kentang), Solanum lycopersicum (tomat) dan terung (Solanum melongena). Genus penting lainnya yaitu Capsicum termasuk yang menghasilkan cabe pedas dan cabe lonceng (Jagatheeswari 2014).

Solanum merupakan genus popular dan terbesar jumlah spesiesnya yaitu lebih dari 1400 spesies, bervariasi mulai sebagai tanaman pangan, tanaman hias dan tanaman obat. Habitusnya bervariasi mulai dari semak, subsemak, bahkan pohon kecil, annual dan perennial. Dari sekian banyak jenis Solanum hanya beberapa saja yang bernilai komersil sebagai sayuran dan buah edible yang ada di Indonesia antara lain: S. betaceam (terung belanda), S. lycopersicum (tomat), S. melongena (terung ungu panjang), S. nigrum (leunca), dan S. torvum (pokak).

  1. Solanum betaceum

Solanum betaceum dikenal di Indonesia sebagai terung belanda. Spesies ini indigenus dari Andes Bolivia, Chili, Ecuador, Argentina, dan Peru. Di daerah tropis seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Peru ditanam pada dataran tinggi. Buahnya di beberapa Negara merupakan komoditas ekspor.

Aspek agroekologi jenis ini sebagai berikut: tumbuh di ketinggian 1000 – 3000 m, suseptibel terhadap kondisi beku/dingin, tumbuh baik pada temperatur 18 – 22C, curah hujan tahunan 600 – 800 mm, tanah friable, drainase baik, tidak toleran tanah sangat lempung, kompak, juga tidak suka genangan.

Pemanfaatan buah yang sudah masak ini biasanya dimakan langsung dalam kondisi segar,  dapat juga diolah dengan dibakar, dioven sebagai sayuran, bahan campuran salad, pudding, kue, selai, jus dan saus (Lim 2013).

Deskripsi morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman 2 – 5 cm, batang tunggal abu-abu pendek, mpnopodial dan bercabang pada ketinggian 1 – 1,5 m, sekitar 2 – 3 cabang. Daun alternatus, sederhana, tepi rata, berkelompok pada ujung cabang, petiole panjang 4-8 cm. Lamina ovatus 17-30 cm panjangnya, lebar 12-19 cm, ujung acuminatus, basal cordatus. Bunga berwarna merah muda, panjang 1,3-1,5 cm, hemaprodit, pentamer, fragrant, pedicelate, berkelompok sekitar 3-10 buah pada perbungaan samosa atau rasemosa dekat ujung cabang. Kaliks campanulatus, lobus subacutus, korola campanulatus, melingkar, stamen 5 dengan anter berwarna kuning, memecah pada 2 pori apical. Ovarium glabrous dan stilus silindris, stigma puntiform. Buah elips atau ovoid, obtusus atau acutus pada ujungnya, panjang 4-10 cm, diameter 3-5 cm, berwarna kuning sampai oranye, merah, atau ungu dengan bercak gelap memanjang. Mesokap buah berwarna oranye, berdaging dengan biji bulat, pipih, kecil dank eras berukuran 3-4 mm panjang dan lebar 3,5-4 mm (Lim 2013).

 

Gambar 1. Solanum betaceum Cav. kiri: habitus tanaman, tengah: bunga, kanan: buah

  1. Solanum lycopersicum

Tomat berasal dari Amerika Selatan bagian Barat dari Ecuador tengah melalui Peru menuju Utara Chili. Tanaman ini telah diintroduksi dan ditanam di seluruh dunia. Produsen terbesar tahun 2010 ditempati Negara China sekitar 41,89 juta ton, diikuti USA 12,9 juta ton, lalu India 12 juta ton (FAO 2012).

Aspek agroekologi sebagai berikut: tanaman tomat memerlukan penyinaran, kelambaban dan kehangatan yang cukup untuk menghasilkan panen maksimum dengan kualitas premium. Intoleran terhadap temperature dingin dan beku. Namun temperature di atas 27°C dapat merusak buah. Suhu optimum sekitar 20 – 27°C, jika suhu di bawah 14°C atau di atas 26°C biasanya tomat bersifat partenokarpi, jumlah bunga dan buah sedikit. Buah masak setelah 95, 65, 46, dan 42 hari setelah bunga mekar pada suhu berturut-turut 14, 18, 22, dan 26°C. Suhu yang terlampau panas dan kering menyebabkan abortus pada bunga. Tanaman tomat menyukai tanah dengan kandungan hara tinggi, drainase baik, pasir lempung sampai liat, kaya kandungan bahan organic dengan pH sekitar 5,5 – 6,8 dan mampu mentolerir secara moderat tanah asam (Lim 2013).

Buah tomat matang dikonsumsi langsung, sebagai campuran salad, atau diolah dengan cara dikukus, dibakar, dioven, direbus. Tomat dimanfaatkan juga sebagai bumbu sup, kari aneka menu olahan daging dan ikan. Bahkan dalam sklala industry diolah menjadi pure, pasta, kecap, saus, sup tomat, jus dalam bentuk minuman, dll.

Tanaman tomat berupa herba tegak tingginya 0,5-2 m, batang hijau ditutupi trikoma kelenjar beraroma. Perakaran system tunggang yang kuat dengan akar lateral lebat dilengkapi pula system akar adventif. Daun terusun spiral, warna kedua permukaan sama, daun majemuk dengan susunan imparipinatus, panjang 15-50 cm, lebar 10-30 cm, petiol 3-6 cm. Jumlah anak daun bervariasi 5,7-9 perdaun, ovatus sampai elip, panjang 5-10 cm, tidak beraturan terkadang pinatifudus pada dasar, ujung anak daun berukuran lebih besar dari lateral, petiololus panjangnya 0,2-2 cm. Perbungaan simosa 3-12 bunga atau lebih. Bunga biseksual, pediselus 1-1,5 cm, regular, (5) 6 (7) – mer. Kaliks hijau berbentuk tabung dengan lobus lanseolatus, persisten dan meluas kea rah buah. Korola lebar 2,25 cm, stellate, oblong, kuning cerah. Stamen melekat pada korola, filament 0,5 mm, anter kuning terang 6-10 cm. Ovarium conical, stilus 0,6-1,3 cm dengan stigma kapitatus hijau. Buah tipe berry hijau berubah merah, oranye, oranye kekuningan, kuning, ungu (kultivar baru) saat buah matang. Ukuran dan bentuk buah bervariasi. Buah berdaging dan berkadar air tinggi. Biji ovoid pipih berwarna krem atau pirang, ukuran 3-5 mm x 2-4 mm (Lim 2013).

Gambar 2. Solanum lycopersicum Lam. kiri: habitus, tengah: bunga, kanan: buah

  1. Solanum melongena

Pusat asal masih kontroversi dan diperdebatkan. Diduga berasal dari India tetapi terdapat pula catatan di China bahwa sudah ada sejak 2000 tahun yang lalu. Kedua area tersebut memiliki keragaman populasi terong liar yang sangat tinggi. Namun berdasarkan studi variasi allozyme diduga S. melongena berasal dari spesies S. incanum.

Agroekologi tergantung varietas, bervariasi mulai dari yang tahan iklim tropis dan temperate yang dingin. Tanaman tumbuh dengan baik pada temperature antara 20-35°C, di bawah suhu 20°C dan di atas 40°C menghambat pertumbuhan. Pada temperature 10-12°C pertumbuhan sangat terhambat dan bahkan es dapat mematikan tanaman. Pada pencahayaan penuh dan air berlimpah sangat disukai, demikian pula tanah yang subur, kaya unsur hara, dan drainase yang baik. Namun tanaman tidak tahan terhadap kondisi genangan dan tanah sangat asam.

Pemanfaatan S. melongena yaitu dapat dimakan segar sebagai salad atau lalab, atau setelah direhidrasi dari potongan terong kering. Kebanyakan dimakan setelah diolah terlebih dahulu seperti dipanggang, digoreng, atau dikukus dengan campuran bumbu dan sayuran lainnya atau pun dengan daging dan ikan. Biasa juga dimasak sebagai menu kari.

Herba annual sampai semi semak perennial berumur pendek, tinggi 60-150 m, bercabang; perkaran tunggang yang panjang; batang dan daun dengan atau tanpa duri, memiliki trikoma stelata. Daun alternatus, sederhana, petiol 2-4,5 cm. Bentuk daun ovatus sampai oblong ovatus 6-18 x 5-11 cm, berbulu kadang dengan sedikit duri halus, pada kedua permukaan daun; basal daun cordatus, apeks obtusus, tepi sinuate-lobed. Perbungaan soliter umumnya, sedikit atau jarang dijumpai rasemos tereduksi. Bunga Andromonoecious, pedicel 1-1,8 cm, kaliks campanulat dengan lonjong lanset, stellate, dengan duri 3 mm pada abaksial, korola campanulat denga lokus deltoid 3-4 cm diameter, berwarna ungu, filament 4-7 dengan kapasitas hijau pada lokus stigma. Buah sangat bervariasi dalam bentuk maupun ukuran dan warna, mulai dari globose, ovoid, obovoid, elongate atau serpentine. Tipe buah berry 2-35 cm panjangnya, warna pada tahap komersial seperti: putih, hijau, kuning, ungu, ungu abu-abu. Biji banyak bentuk renticular sampai reniform, flat/pipih, coklat pudar, berukuran 2,8-3,9 x 2,5-3,5 mm (Lim 2013).

20

Gambar 3. Solanum melongena L. kiri: habitus, tengah: bunga, kanan: buah

  1. Solanum nigrum L.

Tanaman yang dekenal dengan nama local leunca di Jawa Barat ini daerah asal muasalnya belum pasti, tapi diduga asli Eropa dan Asia bahkan mungkin Afrika juga (Jansen 2008). S. nigrum tersebar luas dan telah mengalami naturalisasi di banyak area di dunia. Saat ini dapat dijumpai di Erpa, Asia , Afrika, Amerika Utara & Latin, Australia, New Zealand dan Kepulauan Pasific (Lim 2013).

  1. nigrum tumbuh sebagai gulma di kebun, taman, pinggir jalan, lahan bududaya, area hutan terbuka di daerah temperate, subtropics, tropis dan lingkungan semi-arid. Tumbuh baik pada penyinaran penuhnatau sedikit naungan, lingkungan lembab, pada ketinggian 3000 m. Tanaman ini teradaptasi dengan baik pada tanah subur, terutama yang mengandung kandungan nitrogen dan posfat tinggi. S. nigrum toleran terhadap kekeringan (Lim 2013).

Buahnya yang berwarna hitam dan hitam keunguan dapat dimakan langsung atau diolah dalam pembuatan kue pie dan selai. Pucuk dan daun muda direbus atau dikukus untuk dikonsumsi sebagai sayuran. Dapat pula diolah sebagai sup dan saus (Lim 2013).

21
Gambar 4. Solanum nigrum L. kiri: habitus, tengah: bunga, kanan: buah

Botani S. nigrum sebagai berikut: tumbuh tegak, glabrous atau pubescent, annual, herba perennial berumur pendek, tinggi 25-100 cm. Batang hijau atau keunguan. Daun ovatus atau ovatus sampai lanseolatus, concolus, glabrous, panjang diatas 13 cm, lebar 7 cm, tepi rata/entire, lobus obtuse, dasar cuneatus, panjang petiol 1-3 cm. Perbungaan pendek, jumlah 4-12 bunga. Pedunkulus 1-2 cm, pentamer, biseksual, pedisel 7 mm. Kaliks campanulat panjangnya 1,5-2,2 mm, dengan lobus triangular, korola stellate dengan lobus triangular acutus, putih, panjangnya 4-6 mm, antera kuning, filament pendek, ovarium glabrous, stilus 3,5-4 mm dan stigma capitatus. Buah berry glabrous, diameter 5-9,5 mm, berwarna hitam sampai hitam keunguan ketika matang. Biji banyak, pipih seperti bintik kecil (Lim 2013).

  1. Solanum torvum Swartz

Tanaman yang popular di Indonesia dengan istilah “cepokak” ini sebenarnya indigenus Amerika Tengah dan Latin, dimana ditemukan dari Mexico sampai Brazil dan Peru, juga tersebar luas di Karibia. Saat ini merupakan gulma pantropical yang dibudidayakan sebagai sayuran pada skala kecil di Asia Selatan dan Timur, juga popular di Thailand dan Indonesia (Lim 2013).

  1. torvum dapat ditemukan di tempat terbuka atau sedikit naungan di daerah umum/ramai, pinggir jalan, lahan tak berguna, lembah, jurang, semak belukar, tempat basah dekat pemukiman penduduk, yang memiliki curah hujan tahunan 2000 mm. Ditemukan pula di tepi sungai, bahkan area kering dengan curah hujan kurang kurang dari 600 mm, toleran kekeringan, dan teradaptasi pada kisaran luas tanah mulai dari dekat permukaan laut sampai altitude 2000 m (Lim 2013).

Karakteristik morfologi tanaman ini sebagai berikut : batang tegak, ramping, semak perennial berumur pendek, tinggi 1-3 m. Permukaan ditutupi trikoma bintang (stellate). Batang berduri hitam, kemerahan atau kuning pucat. Daun sederhana, alternatus, tunggal, atau berpasangan, petiole panjangnya 2-4 cm, helaian daun ovatus sampai elips ukurannya 6-19 x 4-13 cm, ujung acutus, basal membulat atau oblique. Perbungaan aksiler, jumlah bunga banyak, bertipe rasemosa panikula. Bunga andromonoecious, pentamer, pediselus ramping, panjangnya 5-12 mm, kaliks berbentuk angkir, lobus ovatus-lanseolatus dengan panjang 3-4 mm, korola putih, melingkar, lebar 2,5 cm, tabung pendek dengan 5 lobus yang pendek berbentuk ovatus-lanseolatus berukuran 8-10 mm. Stamen 5, kuning, epipetalus dan tegak. Ovarium superior, globose, pubescent, panjang stilus 6-8 mm, stigma kapitatus. Buah berbiji banyak, lembut, glabrous, globose, berry hijau sampai hijau kekuningan saat matang, diameter 1-1,5 cm, pediselus tebal. Biji discoid, coklat berdiameter 1,5-2 mm (Lim 2013).

22

Gambar 5. Solanum torvum Swartz. kiri: habitus, tengah: bunga, kanan: buah

 

  1. CAPSICUM

Genus Capsicum memiliki 23 spesies, namun dari keseluruhan varietas yang dikultivasi hanya sekitar 4 – 5 spesies saja antara lain: C. annuum, C. baccatum var. pendulum, C. sinensis, dan C. frutescens. Genus dengan nama local paprika atau pepper ini memiliki habitus semi semak, perennial atau tanaman tahunan, semi berkayu. Buah licin permukaannya, batang bercabang banyak, tinggi 0,6 – 1,2 m, daun alternate/berseling, bunga kecil dan halus yang berkembang menjadi buah berwarna-warni. Tipe buah berry (Christman, 2012).  Jenis C. baccatum var. pendulum jenis varietas dan liarnya ditemukan dari Amerika Selatan, namun di Indonesia sendiri belumdiketahui keberadannya (Djarwaningsih, 2005).

  1. Capsicum annuum L.

Pusat Keragaman di Mexico dan Amerika Latin. Genus ini diintroduksi dan ditanam di seluruh dunia secara ekstensif sebagai rempah dan medisin. Saat ini dapat dijumpai di seluruh dunia baik di daerah tropis maupun temperata (Lim, 2013).

Tanaman Capsicum membutuhkan persyaratan media tumbuh yang baik secara structural, drainase, friable, lempung dan berpasir dengan pH 6,5 – 7,5. Temperatur hangat, gulma harus terkontrol, irigasi harus baik, manajemen serangga dan penyakit harus dikelola dengan baik. Demikian pula penambahan bahan organic dapat meningkatkan daya ikat air, kapasitas dan suplai unsur hara untuk pertumbuhan yang optimum dan produktivitas tinggi (Lim, 2013).

Capsicum annuum merupakan rempah yang paling banyak digunakan di dunia sebagai rempah/bumbu. Buah cabai dimakan langsung dalam kondisi segar atau diolah dan dimasak terlebih dulu. Dipasarkan dalam bentuk beku, dikalengkan, atau diawetkan sebagai bahan kering. Cabai ini biasa juga diolah sebagai produk fermentasi, serbuk, saus, dan bahan pewarna. Minyak biji diolah dan digunakan sebagai pemberi aroma, cita rasa dan bumbu (Lim, 2013). Di Indonesia jenis ini tersebar di seluruh kepulauan karena hampir sebagian besar penduduk memanfaatkan secara luas baik sebagai bumbu maupun sayur (Djarwaningsih, 1986).

23

Gambar 6. Capsicum annuum L. kiri: habitus, tengah: bunga, kanan: buah

  1. Capsicum frutescens L.

Tumbuhan berupa terna atau setengah perdu, tinggi 50 – 150 cm, hidup dapat mencapai 2 – 3 tahunan. Bunganya muncul berpasangan atau bahkan lebih di bagian ujung ranting, posisinya tegak; mahkota bunga berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti bintang. Kelopak romping. Buah muncul berpasangan atau bahkan lebih pada setiap ruas, biasanya rasanya sangat pedas; kadang-kadang mempunyai bentuk bulat memanjang atau berbentuk setengah kerucut; warna buah setelah masak biasanya merah; posisi buah tegak. Biji berwarna kuning pucat (Djarwaningsih 2005).

Jenis ini kadang-kadang disebut cabai burung. Menurut Smith dan Heiser (1957) karena persebarannya yang begitu luas, maka tidak bias digambarkan pusat asalnya di Amerika Tropik. Jenis ini pertama kali dibawa pada zaman Columbia akhir ke Pasifik dan daerah-daerah tropic lainnya dan mengalami naturalisasi di beberapa tempat termasuk Afrika Tropik dan Asia Tenggara. Bentuk budidaya dengan buah besar ditemukan secara luas dari Meksiko bagian Selatan sampai Costa Rica. Saat ini ditemukan sebagai gulma atau tumbuhan liar di Florida, Meksiko, Amerika Selatan bagian Utara dan India Barat (Purseglove et al. 1979). Sedangkan di Indonesia tersebar di seluruh kepulauan, mungkin karena pemanfaatannya yang luas seperti halnya C. annuum atau pun juga karena daur hidupnya yang tahunan, sehingga penduduk setiap saat dapat memperoleh hasilnya dan membudidayakannya (Djarwaningsih, 1986).

24

Gambar 7. Capsicum frutescens L. kiri: habitus, tengah: bunga, kanan: buah

  1. Capsicum sinensis

Tumbuhan berupa terna atau setengah perdu, dengan tinggi 45 – 90 cm. Bunga menggerombol berjumlah 3 – 5 pada tiap ruas, posisinya tegak atau menunduk; mahkota bunga berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti bintang. Buah muncul bergerombol berjumlah 3 – 5 pada setiap ruas, panjangnya dapat mencapai 12 cm, rasanya sangat pedas; mempunyai bentuk buah yang bervariasi dari bulat dengan ujung berpapila, berbentuk seperti lonceng sengan sisi-sisi yang beralur, berbentuk seperti kerucut dengan sisi-sisi yang beralur sampai bulat memanjang; kulit berkeriput atau kadang-kadang licin; warna buah setelah masak bervariasi ada yang merah, merah jambu, kuning atau coklat. Biji berwarna kuning pucat (Djarwaningsih 2005).

Jenis ini tersebar hamper meluas di Amerika Selatan bagian Utara dan India Barat serta dibudidayakan sangat umum di daerah Amazone. Buahnya bervariasi dalam ukuran dan warna serta mempunyai rasa yang sangat pedas. Karena pedasnya, maka orang-orang Caribea menggunakannya untuk menyiksa tahanan. Sedangkan di India Barat digunakan untuk suatu upacara “pepper pot” yang artinya penambahan berulang-ulang dari makanan yang mengandung cabai tersebut ke dalam suatu periuk sehingga dalam periuk tersebut tidak pernah kosong (Purseglove et al. 1979). Sejauh ini nenek moyang liarnya belum ditemukan, tetapi diduga berasal dari tipe liar C. frutescens. Hal ini dimungkinkan karena C. sinensis berkerabat dengan C. frutescens (Heiser 1986). Di Indonesia dikenal dengan nama daerah yang berbeda-beda antara lain cabai tomat, cabai belimbing, cabai tawau dan cabai ciremai; baru diketahui keberadaannya di Jawa Barat (Jakarta dan Bogor) serta Kalimantan Timur, Tarakan (Djarwaningsih, 1986).

25

Gambar 8. Capsicum sinensis Jacq. kiri: habitus, tengah: bunga, kanan: buah

  1. PHYSALIS DAN LYCHIUM

Kedua genus lainnya dari famili Solanaceae yang dianggap popular di dunia tetapi di Indonesia hanya dua yang diketahui keberadaannya itu pun tumbuh liar sebagai gulma dan tidak popular yaitu Physalis angulata (cecendet) dan Lychium sinensis (daun koki) (Lim 2013).

  1. sinensis di wilayah asalnya tumbuh di sekitar semak belukar dataran rendah, lahan marjinal, pinggir jalan, dan kebun belakang rumah. Tumbuh baik di berbagai iklim mulai dari ketinggian permukaan laut sampai dengan 2000 di atas permukaan laut. Tumbuh pula di daerah tropis dataran tingginya. Toleran terhadap tanah miskin hara tapi tumbuh baik pada penyinaran penuh. Pemanfaatannya buah segar atau kering dengan cara dimakan langsung sebagai teh herbal, selain itu diproses menjadi jus atau dimasak, dibuat minuman fermentasi (wine). Daun mudanya di makan langsung atau diolah sebagai sup, campuran masakan ayam, daging, telur. Daun digunakan pula sebagai teh tonik, adapun bijinya yang dioven dimanfaatkan sebagai pengganti kopi (Lim 2013).
  2. angulate L. merupakan tanaman asli Amerika tropis sekarang menyebar sebagai gulma pantropis. Tanaman ini ditemukan di daerah tropis, subtropics, dan temperate, tumbuh sebagai gulma di lahan-lahan ramai, padang rumput, perkebunan, pemuiman, pinggir jalan, area terbuka hutan di wilayah mulai dari permukaan laut sampai dengan ketinggian 1000 m. Toleran terhadap kondisi beku (frost), toleran parsial naungan, tumbuh subur pada tanah kaya unsur hara, lembab, drainase baik dan kaya bahan organik (Lim 2013).

Buahnya dapat dimakan langsng dan sebagai sayur. Buah berkadar air tinggi dan sumber vitamin C. Di beberapa Negara seperti Indonesia dikonsumsi sebagai salad. Akar dan bagian epigealnya dipakai sebagai teh pada pengobatan tradisional (Lim 2013).

2627

Gambar 9. Physalis angulata L. (atas) dan Lychium sinensis (bawah). Kiri: habitus, tengah: bunga, kanan: buah

  1. EVOLUSI

Evolusi merupakan proses perubahan makhluk hidup secara lambat dalam waktu yang sangat lama, sehingga berkembang menjadi berbagai spesies baru yang lebih lengkap struktur tubuhnya. Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.

Variasi karakter morfologi yang teramati secara kasat mata suatu individu dalam populasi merupakan hasil ekspresi dari perubahan-perubahan yang terjadi pada susunan dan komposisi basa-basa nitrogen penyusun DNA dalam kromosom. Perubahan struktur DNA akan menghasilkan perubahan pada struktur protein baik struktural penyusun tubuh maupun fungsional yang berperan dalam serangkaian proses metabolisme, yang pada akhirnya menuju pada perubahan fenotipik morfologinya. Perubahan sedikit apabila terjadi dalam waktu yang sangat panjang akan terakumulasi dan pada akhirnya melahirkan spesies baru yang berarti keragaman pun meningkat. Variasi karakter yang terdapat dalam suatu poulasi akan melalui mekanisme seleksi untuk menghadapi kondisi ekologis dan lingkungan tempat tumbuhnya. Karakter atau sifat yang sesuai dengan kondisi lingkungan itulah yang akan terseleksi, bertahan bahkan diwariskan kepada generasi selanjutnya sehingga spesies itu mampu bereproduksi dengan baik untuk mempertahankan eksistensinya.

Keanekaragaman genus, spesies dalam family Solanaceae pun merupakan contoh dari hasil mekanisme evolusi yang sudah berlangsung dalam rentang waktu sangat panjang. Semua variasi morfologi yang ada merupakan hasil dari perubahan pada tingkatan molekuler materi genetiknya yang dipengaruhi faktor-faktor lingkungan. Laporan relative baru mengenai evolusi pada tingkatan DNA/kromosom telah dipublikasi oleh Wu dan Tankslay (2010) yang menyatakan bahwa family Solanaceae telah mengalami perubahan kromosomal dalam kecepatan yang relatif rendah dibandingkan family lainnya dan kecepatan tersebut terkonservasi melintasi garis silsilah keturunan dalam familinya. Kecepatan evolusi berlangsung sekitar 0,03 ~ 0,12 rearrengement per kromosom per sejuta tahun. Kejadian inversi pada kromosom terjadi lebih cepat dan konsisten dibandingkan translokasi kromosom. Selain itu ditemukan pula bukti bahwa posisi titikpecah (breakpoint) penyusunan ulang kromosom tidak bersifat acak. Hal ini serupa dengan yang terjadi pada mamalia dimana pemecahan kromosom berperan signifikan dalam membentuk evolusi genom.

Perbandingan perbedaan struktur kromosom antara tomat dengan beberapa spesies popular lainnya dalam family yang sama sebagai berikut : perbedaan tomat dengan kentang disebabkan adanya 6 kejadian inversi, tomat dengan terung berbeda sekitar 24 inversi dan 5 translokasi, tomat dengan cabai berbeda 19 inversi dan 6 translokasi, tomat dan tembakau berbeda minimum 10 inversi dan 11 translokasi (Tanksley et al. 1992; Wu et al. 2009; Wu et al. 2010 dalam Wu and Tanksley 2010).

Evolusi pada level struktur reproduktif family Solanaceae berupa rasio polen-ovule dilaporkan oleh Mione and Anderson (1992) dimana kuantitas polen, ovule dan rasio polen-ovule bervariasi di antara spesies Solanaceae dan turut menentukkan pola reproduksinya. Tanaman self-incompatibility pada umumnya memiliki rasio polen-ovule yang tinggi dibandingkan tanaman self-compatibility. Variasi karakter tersebut turut berperan dalam proses evolusi sistem persilangan pada family Solanaceae. Adapun evolusi pada level genus Solanum melibatkan variasi pada morfologi anther cones dilaporkan oleh Glover et al (2004). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses evolusi yang dialami oleh suatu populasi spesies tertentu pada suatu tempat dan waktu, akan melahirkan keanekaragaman pada tingkatan yang lebih tinggi baik genus, famili, ordo, dan seterusnya sampai tingkatan tertinggi dalam system klasifikasi yaitu kingdom tumbuhan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2014. About the Solanaceaea Family

https://solgenomics.net/about/about_solanaceae.pl. Tanggal akses 8 November 2015.

Beverly JG, Bunnewell S, Martin C. 2004. Convergent evolution within the genus Solanum : the specialized anther cone develops through alternative pathways. Gene 331 : 1-7.

Djarwaningsih T. 1986. Jenis-jenis Capsicum L. (Solanaceae) di Indonesia. Berita Biologi 3 (5) : 225-228.

Djarwaningsih T. 2005. Capsicum spp. (Cabai) : Asal, persebaran dan nilai ekonomi. Biodiversitas 6 (4) : 292-296

FAO 2012. FAO STAT. Food and gricultural Organization of United Nations Economic and Social Departement. The Statistical Divisions.

http://faostat.fao.org./site/567/DesktopDefault.aspx?PadeID=567#ancor

http://herbarium.usu.edu/taxa/Solanac.htm. Tanggal akses 8 November 2015.

http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=display&classid=Solanaceae

Jagatheeswari D. 2014. Morphological studies on flowering plants (Solanaceae). International Letters of Natural Sciences 15 : 36-43

Lim TK. 2013. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. Volume 6. Fruits. Springer. London.

Mione T and Anderson GJ. 1992. Polen-ovule ratios and breeding system evolution Solanum section Basarthrum (Solanaceae). American Journal of Botany. 79 (3) : 279-287.

Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbins SRJ. 1979. Spices 1. London: Longman.

Samuels J. 2015. Biodiversity of food species of the solanaceae family : A preliminary taxonomic inventory of subfamily Solanoideae. Resources 4 : 277-322

Smith PG, and Heiser CB. 1957. Taxonomy of Capsicum sinense Jacq. Bulletin Torrey Botanical Club 84 : 413-420.

Wu F and Tanksley SD. 2010. Chromosomal evolution in the plant family Solanaceae. BMC Genomics 11 : 182.

 

Tinggalkan komentar